Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

17 Juni 2009

AGAMAKU, AGAMAKU. AGAMAMU...?



Andai saja semua agama itu sama, maka tak ada yang namanya perbedaan. Andai saja semua agama itu benar, tak perlu ada yang ngotot ingin benar sendiri. Andai saja semua agama itu menyembah Tuhan yang sama, nggak perlu ada pertumpahan darah atas nama agama. Andai saja semua agama itu menuju ke jalan yang sama, tak perlu ada kitab suci yang berbeda. Tapi fakta dan sejatinya memang berbeda kok. Justru pertanyaan saya: kenapa harus dipaksakan untuk disamakan?


Sayangnya, sekarang banyak usaha-usaha yang menjurus ke arah sana dengan alasan perdamaian dunia. Karena menurut para penggagasnya, seluruh agama akarnya satu, yakni dari sang pencipta, sehingga mereka berdalil: “Kenapa harus berbeda? Berbeda itu bikin konflik dan itu sangat berbahaya!”


Tapi yang jelas, kalo kita mau berpikir lebih dalam lagi (gali sumur kali!), kita justru akan menemukan bahwa masing-masing agama memang beda. Beda banget. Bahkan bukan hanya beda, tapi juga bertentangan, dan bahkan saling menentang satu sama lain.


Itu sebabnya, tentu nggak bisa mendefinisikan atau membuat pernyataan yang cuma berdasarkan logika dan hawa nafsu kita. Tapi kebenaran adalah muncul dari yang membuat kebenaran itu sendiri, yakni pencipta kita, Allah Swt. Karena kalo kebenaran diserahkan kepada masing-masing manusia, maka yang muncul bukan kebenaran, tapi pembenaran. Udah gitu miskin makna dan kaya dengan salah persepsi.


Sobat muda muslim, ngomongin soal agama kata sebagian kalangan dianggap sensitif. Saking sensanifnya, eh, sensitifnya maka kita nggak boleh ngomongin agama secara vulgar di tempat umum. Misalnya, kamu nanya sama teman kamu di sekolah dalam forum umum: “Agama kamu apa?” Wuih, kayaknya kita dianggap arogan atau sok, atau dicap sebagai orang yang melontarkan pertanyaaan dengan nada sentimen atau tendensius serta SARA dan macam-macam pikiran lainnya.


Kenapa? Karena kita terbiasa menabukan hal tersebut. Dianggap bahwa agama adalah urusan masing-masing individu. Nggak boleh ada individu lain yang mempertanyakan dan mempersoalkan status agama seseorang. Alasannya, kita menjunjung kebersamaan. Jadi jangan heran pula kalo kemudian muncul istilah toleransi, anak bangsa, dialog lintas agama dan iman, dan lain sejenisnya untuk mengkampanyekan tentang pentingnya persamaan. Padahal jelas sangat berbeda jauh. Wong dasarnya juga beda kok. Jadi apa yang mau disamakan? Betul ndak? Semoga kamu bisa memahaminya.


Dalam tulisan di sampul depan buku Psikologi Agama karya Kang Jalal, panggilan akrab Jalaluddin Rakhmat, dituliskan bahwa agama adalah kenyataan terdekat dan misteri terjauh. Begitu dekat: ia senantiasa hadir dalam kehidupan kita sehari-hari—di rumah, kantor, media, pasar, di mana saja. Begitu misterius: ia menampakkan wajah-wajah yang sering tampak berlawanan—memotivasi kekerasan tanpa belas atau pengabdian tanpa batas; mengilhami pencarian ilmu tertinggi atau menyuburkan takhayul dan superstisi (ketakhayulan); menciptakan gerakan massa paling kolosal atau menyingkap misteri ruhani paling personal; memekikkan perang paling keji atau menebarkan kedamaian paling hakiki. (Mizan, 2003)


Nah, karena itulah barangkali ada orang yang merasa bingung dengan agama, mulai menghindarinya dan mengajarkan atheisme. Maka, nggak usah heran kalo Darwin, Marx, Freud membunuh Tuhan dan Nietzsche turun dari bukit, menyanyikan lagu Zarathusta: Gott is gestorben (alias Tuhan sudah mati) (Psikologi Agama, hlm. 64)


Sobat muda muslim, karena saat ini banyak kaum kaum muslimin yang mulai kendor ikatannya dengan ajaran Islam, ada pula yang bahkan sudah melawan setiap ajaran yang ada dalam Islam, juga banyak yang berupaya menyamakan Islam dengan agama yang lain, maka saya merasa perlu untuk menjelaskan (semoga saja mencerahkan), tentang masalah ini. Saya ingin menegaskan bahwa Islam emang beda dengan agama yang lain. Jadi, nggak bisa pula keyakinan kita digeser-geser dan dipindah-pindah ke tempat lain (digeser-geser? Emangnya pot bunga?)

0 Melapor:

Posting Komentar

Berilah komentar anda secara moral, sopan dan bijak....