Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

17 Juni 2009

Liberalisasi Mengintai Keluarga Muslim



Ya HABIBI, tumbuhkanlah cinta kasih diantara kami. Satukanlah kami seperti Engkau menyatukan Adam dan Hawa, Ibrahim dengan Sarah, Yusuf dengan Zulaikha, Rasulullah Muhammad dengan ibunda Khadijah. Tumbuhkanlah dan tingkatkanlah keharmonisan keluarga kami, duhai Ilahi. Panggillah kami kelak di akhirat dengan panggilan : “masuklah kalian dan isteri kalian ke dalam sorga! Disana kalian digembirakan.”


Sebait doa penuh pengharapan kepada Sang Khalik di atas merupakan impian dan cita-cita bagi setiap muslim untuk menggapai ketentraman dan penuh cinta kasih dalam bahtera rumah tangga. Sayangnya cita-cita nan mulia ini kadangkala terbentur dengan dinding yang kokoh yakni berupa serangan liberalisasi atau penghancuran keluarga oleh kaum Islamophobia.


Upaya penghancuran keluarga muslim dengan menyebarkan pengaruh budaya liberal dalam ranah rumah tangga muncul dengan ide dan gagasan berupa keadilan dan kesetaraan gender (KKG), pemberdayaan perempuan berbasis feminisme dan lain sebagainya. Langkah-langkah yang ditempuh untuk liberalisasi keluarga biasanya dibungkus dengan wacana intelektual dan kajian ilmiah. Salah satu upaya tersebut diawali dengan Konfrensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference Population and Development – ICPD) di Kairo September 1994.


Konfrensi ini menjadi batu loncatan penting untuk mencetuskan ide bahwa “perempuan adalah kata kunci bagi penyelesaian masalah ledakan penduduk”. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk dunia ini dianggap akan membawa persoalan besar bagi peradaban dunia, khususnya dalam pangan dan kemiskinan. Konfrensi Kairo menghasilkan program aksi bertema “Empowerment of Women”, atau yang lebih popular di Indonesia dengan istilah “Pemberdayaan Perempuan”, yang menjadi “kunci” pembangunan berkelanjutan. Dengan alas an bahwa perempuan adalah sumber daya potensial untuk memberantas kemiskinan, meningkatkan kualitas keluarga, dan mengendalikan jumlah penduduk, maka perempuan harus mendapatkan peluang berkiprah lebih besar di pelbagai bidang.


Jika Konfrensi Kairo menjadi momentum yang mendorong penyetaraan pria dan wanita di pelbagai bidang, Konfrensi Wanita Sedunia IV (Fourth World Conference on Women) yang digelar di Beijing , Cina September 1995 telah menetapkan rencana aksi yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dalam peran serta mereka di segala bidang.


Tahun 1997, isu “Wanita dalam Kekuasaan dan Penentu Kebijakan” menjadi tema prioritas. Pemerintah di setiap Negara di bawah badan dunia PBB diharapkan (baca: ditekankan) untuk melaksanakan rencana tersebut dalam skala kebijakan nasional masing-masing. Indonesia sebagai bagian dari Gerakan Negara Non Blok (GNB) turut pula menyepakati “Beijing Message” dalam kesepakatan tersebut. Pesan Beijing ini merupakan political will dari Negara-negara GNB untuk mengimplementasikan platform action dalam lima tahun mendatang.

GNB menyatakan akan melakukan berbagai aksi yang menyetarakan pria dan wanita dalam kerangka hak asasi dan menghapus segala bentuk diskriminasi, memperbaiki kondisi ekonomi dan keadilan social, serta membuka kesempatan bagi wanita untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan masyarakat. Sejak awal digulirkan, banyak Negara – terutama yang berlatar belakang keagamaan – memandang rencana aksi Beijing sebagai pemaksaan ide dan keyakinan liberal negara barat terhadap Negara-negara lainnya.


Negara-negara liberal, yang mengklaim dirinya sebagai Negara maju, demikian gigihnya memperjuangkan cara hidup bebas yang lebih individualistis, padahal pada saat yang sama, The Economist justru mengungkapkan masalah besar yang melanda Negara-negara maju ini berkaitan dengan kaum wanitanya. Negara-negara itu dilukiskan sedang menghadapi ancaman keambrukan social. Di banyak Negara maju, khususnya Inggris dan Amerika, perceraian keluarga menjadi obsesi. Statistik menunjukkan kondisi perkawinan yang ‘di ujung tanduk’. Mayoritas anak dibesarkan oleh orang tua tunggal (single parent). Akibat akhir dari perceraian adalah masyarakat yang tercerai berai.


Kebijakan tentang keluarga di Amerika dan Eropa luar biasa kacau. Swedia, misalnya, satu contoh Negara yang mendefenisikan diri sebagai bangsa individual, kebijakannya sangat mencerminkan pandangan itu. Sejak reformasi tahun 1970, secara besar-besaran kaum wanita didorong memasuki dunia kerja. Setiap orang diharapkan memiliki pekerjaan, bahkan para ibu dengan anak-anak yang masih kecil. Data menunjukkan bahwa 50 persen bayi-bayi Swedia lahir dari ibu yang tidak menikah. Lebih dari 50 persen perkawinan di Swedia berakhir dengan perceraian.


Jika demikian kenyataannya, memaksakan konsep ‘Keluarga Barat’ dalam rencana aksi yang diistilahkan sebagai ‘Gender and Development (GAD)” ini bagi Negara-negara berpenduduk Muslim hanya akan mengubah para Muslimah mereka menjadi individualistis, liberalis dan materialis; tak ubahnya langkah untuk menggerogoti bahkan menghancurkan bangunan keluarga.


Menilik bahaya liberalisasi yang mengintai keluarga muslim sepantasnya diperlukan upaya pencegahan dan pembentengan yang kokoh dari keluarga muslim. Usaha untuk membebaskan dari bahaya liberalisasi tersebut salah satunya dapat diawali dengan menyegarkan kembali tentang konsep ideal keluarga. Konsep ideal tersebut dikenal dengan konsep keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah (samara) yang dirumuskan dengan rumus angka 3856. Rumus tersebut dapat dirinci sebagai berikut:


3 Prinsip Keluarga

Prinsip pertama, Islam memandang pernikahan sebagai “perjanjian yang berat, setiap orang memiliki hak dan kewajiban” (lihat QS. An Nisa [4];21). Disini ada hak dan kewajiban yang harus direalisasikan oleh anggota keluarga.

Prinsip kedua, Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukan masing-masing (Lihat HR. Bukhari dan Muslim).

Prinsip ketiga, Islam mengajarkan prinsip adil dalam membina keluarga. Adil dalam arti meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara memadai dengan fungsi keagamaan sebagai dasarnya.



8 Fungsi Keluarga

Pertama, fungsi reproduksi : dari keluarga dihasilkan anak keturunan secara sah. Kedua, fungsi ekonomi : kesatuan ekonomi mandiri, anggota keluarga mendapatkan dan membelanjakan harta untuk memenuhi keperluan. Ketiga, fungsi social : memberikan status, kadang prestise kepada anggota keluarga. Keempat, fungsi protektif : keluarga melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis dan psiko social. Kelima, fungsi rekreatif : keluarga merupakan pusat rekreasi bagi para anggotanya. Keenam, fungsi afektif : keluarga memberikan kasih saying. Ketujuh, fungsi edukatif : memberikan pendidikan. Kedelapan, fungsi relijius :keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada para anggotanya.


Dari delapan fungsi keluarga di atas, semua berlandaskan pada fungsi keagamaan yang berikutnya akan mendorong empat fungsi keluarga yang lain : reproduksi, edukasi, protektif dan afektif. Dan ke-4 fungsi keluarga ini selanjutnya akan mendorong berjalannya tiga fungsi lain : ekonomi, sosial dan rekreatif. Inilah konsep adil dalam membina keluarga.



5 Tujuan Keluarga

Pertama, mewujudkan mawaddah, warahmah, yakni terjalinnya cinta kasih dan tergapainya ketentraman hati (Lihat surat Ar-Rum [30];21). Kedua, melanjutkan keturunan dan menghindari dosa (Lihat Hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban). Ketiga, mempererat Silaturrahim. Keempat, sebagai sarana Dakwah (Lihat Surat At Tahrim [66];6) Kelima, menggapai Mardhatillah (ridha Allah) dan masuk sorga bersama (az Zukhruf:70).



6 Kebahagiaan

Apabila delapan fungsi keluarga di atas berjalan, maka insya Allah kita akan mendapatkan enam kebahagiaan, yakni kebahagiaan material, kebahagiaan seksual, kebahagiaan moral, kebahagiaan intelektual, kebahagiaan spiritual, dan kebahagiaan ideologis.


Walhasil, liberalisasi keluarga muslim hanya dapat diantisipasi dengan Islamisasi keluarga. Islamisasi keluarga ini tak dapat berjalan dengan sempurna tanpa Islamisasi tatanan masyarakat dan Negara (Khilafah Islamiyah) yang mengayomi seluruh insane di dunia dengan penuh ketentraman (sakinah), cinta (mawaddah), dan rahmat.

Wallahu’alam bi ash shawab.




0 Melapor:

Posting Komentar

Berilah komentar anda secara moral, sopan dan bijak....